FIQO - Keputusan seseorang untuk menjadi bagian dari sebuah gerakan adalah pilihan yang penuh makna. Bagi Profesor Agus Purwanto, seorang ilmuwan Fisika Teori yang berasal dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), keputusannya untuk menjadi kader Muhammadiyah adalah hasil dari pemikiran dan pengalaman pribadi yang telah membentuk pandangannya tentang agama dan kehidupan.
Profesor Agus Purwanto adalah seorang akademisi yang lahir pada tahun 1964 di Jember, Jawa Timur. Ia adalah contoh nyata dari seseorang yang memilih untuk mengikuti nilai-nilai Muhammadiyah, bukan karena latar belakang keluarganya, tetapi berdasarkan pemahaman dan keyakinan pribadi. Dalam seminar yang diadakan di Universitas Muhammadiyah Surabaya pada Senin (23/10), ia membagikan alasan-alasannya mengapa memilih untuk menjadi kader Muhammadiyah.
Pada awalnya, Profesor Agus Purwanto bukanlah kader Muhammadiyah yang berasal dari lingkungan sekolah Muhammadiyah. Ia menjelaskan bahwa sejak SD hingga perguruan tinggi, pendidikan formalnya berlangsung di institusi negeri. Namun, perubahan yang signifikan dalam hidupnya terjadi saat ia berada di tingkat SMA. Ia aktif sebagai seorang aktivis dan bahkan menjadi ketua IPM (Ikatan Pelajar Muhammadiyah) di sekolahnya. Hal ini adalah awal dari perjalanan panjangnya sebagai seorang yang berkomitmen pada nilai-nilai Muhammadiyah.
“Jadi kalau di kurikulum vitae tadi itu saya Muhammadiyah itu sejak SMA, meskipun saya bukan dari sekolah Muhammadiyah dan tidak pernah sekolah di Muhammadiyah. Dari SD sampai perguruan tinggi itu semua di negeri. Tapi ketika SMA, saya menjadi aktivis dan ketua IPM. Kemudian IPM wilayah Jawa Barat, IMM di ITB,” ucap Agus.
Ia juga membagikan nomor KTAM (Kartu Tanda Anggota Muhammadiyah) dengan nomor 547243, yang ia miliki selama lebih dari 41 tahun. Nomor ini adalah salah satu yang tertua di wilayah Jawa Timur dan menunjukkan dedikasinya yang luar biasa terhadap Muhammadiyah. Meskipun ia bukan berasal dari keluarga Muhammadiyah, ia merasa cocok dengan ajaran yang diajarkan oleh Muhammadiyah setelah diajak teman untuk mengikuti pengajian di IPM.
Penting untuk dicatat bahwa Profesor Agus Purwanto memahami bahwa dalam beragama, terdapat banyak cara untuk mengekspresikan keyakinan dan keislaman. Ia menjelaskan bahwa sementara dasar Islam tetap sama, ada berbagai pilihan dalam praktek berislam. Baginya, menjadi bagian dari Muhammadiyah adalah salah satu cara yang sesuai dengan pandangannya dan pemahaman tentang Islam.
Profesor Agus Purwanto juga menggambarkan perubahan dalam praktik beragama yang dialaminya sebelum menjadi kader Muhammadiyah. Ia mengenang praktik ibadah sebelumnya yang melibatkan doa debaan, qunut saat salat Subuh, dan perayaan selamatan. Namun, setelah bergabung dengan Muhammadiyah, ia merasa bahwa selamatan adalah bagian yang tak terpisahkan dari hidupnya. Selamatan menjadi rutinitas yang dianutnya setiap hari, dan ia menyadari bahwa berkat yang mereka peroleh tidak seharusnya disia-siakan.
“Ketika saya ngaji sebenarnya ‘kan keluarganya ya enggak Muhammadiyah, saya ngaji debaan, kalau subuh qunut, selamatan tapi justru selamatan itu kemudian saya merasa tiada hari tanpa selamatan, kemudian berkat itu tidak dimakan tapi terbuang sia-sia,” terang Agus.
Salah satu poin penting dalam perjalanan spiritual Profesor Agus Purwanto adalah bagaimana ia memahami hubungan antara agama, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Ia adalah seorang ilmuwan Fisika Teori, dan dalam seminar tersebut, ia membagikan bahwa ketika ia berjalan ke sekolah, ia sering melewati rel kereta api. Pemandangan ini memicu pertanyaannya tentang teknologi di balik kereta api dan pesawat yang melintas di atas kepala mereka. Namun, ia menyadari bahwa waktu yang seharusnya digunakan untuk belajar dan berinovasi seringkali terbuang sia-sia dalam praktik ibadah selamatan yang sering ia lakukan.
Dalam pengalaman hidupnya, Profesor Agus Purwanto akhirnya bertemu dengan teman yang mengajaknya untuk mengaji di IPM. Di sinilah ia menemukan pengalaman yang sangat berharga dalam pengenalan akan ajaran dan nilai-nilai Muhammadiyah. Ia menyadari bahwa pengajian di Muhammadiyah adalah cara yang memenuhi kebutuhannya akan pemahaman agama yang lebih dalam dan koneksi spiritual yang lebih erat.
Keputusan Profesor Agus Purwanto untuk menjadi kader Muhammadiyah adalah perwujudan dari perjalanan panjangnya dalam memahami agama, teknologi, dan inovasi. Baginya, menjadi kader Muhammadiyah adalah langkah yang ia ambil dengan sungguh-sungguh dan penuh dedikasi, sekaligus membuktikan bahwa agama dan ilmu pengetahuan dapat saling melengkapi dalam perjalanan spiritual dan intelektual.
•┈┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈┈•
Nashrun Minallahi Wa fathun Qarieb
.
إرسال تعليق