ISLAM DI INDONESIA
Oleh : Prof. Dr. K. H. Haedar Nashir, M. Si. ( Ketua Umum PP Muhammadiyah )
Kebangkitan Islam Di Nusantara ( bag 2 )
Perkembangan Islam di Indonesia tersebut terus berlangsung hingga pada penghujung abad ke-20 dan awal abad ke-21 dengan lahirnya gerakan neomodernisme, Islam Liberal, Islam Transnasional, dan kelompok-kelompok Islam yang berhaluan fundamentalis atau garis keras atau bercorak neorevivalisme Islam, dan lain-lain. Perkembangan mutakhir yang paling menyolok terjadi dua arus "radikal" dalam gerakan Islam, yakni neomodernisme Islam yang menampilkan corak Islam liberal di satu pihak dan di pihak lain Revivalisme Islam yang bermetamorfosa menjadi neorevivalisme Islam yang lebih keras (radikal, fundamentalis, dan militan) yang ditampilkan oleh gerakangerakan Salafi, Hizbut Tahrir, Majelis Mujahidin, Gerakan Tarbiyah, Jama'ah Tabligh, dan lain-lain yang lebih memiliki nasab ideologis dengan dan beralam-pikiran Wahhabiyyah (Saudi Arabia), Ikhwanul Muslimin (Mesir), Jama'at Islamy (Pakistan), dan Taliban (Afghanistan). Gerakan-gerakan Islam mutakhir tersebut sering disebut sebagai gerakan transnasional dengan karakter yang lebih keras mengikuti ideologi neorevivalisme Islam, yang berbeda dengan Modernisme Islam yang cenderung moderat.
Neorevivalisme muncul bersamaan dengan gerakan-gerakan reformisme Islam, namun lebih keras daripada gerakan Islam yang disebutkan itu. Gerakan ini memandang umat Islam kala itu berada dalam keadaan yang kritis. Sebagaimana kaum modernis, neorevivalis mengakui kelemahan internal umat Islam dan adanya ancaman eksternal (imperialisme) Barat, serta pentingnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Tetapi berbeda dengan kaum reformis modernis dan reformis sekuler, neorevivalis bersikap lebih keras terhadap Barat dan menegaskan keswasembadaan Islam yang mutlak (Esposito, 2004: 184). Dalam pemikiran dan praktik keagamaan neorevivalisme menunjukkan watak dan orientasi yang konservatif. Mengenai gerakan neorevivalis, berikut pandangan lebih jauh dari Esposito menyatakan sebagai berikut:
Neorevivalis cenderung mengikuti tradisionalisme konservatif dalam hal kecenderungan mereka untuk menyamakan antara penafsiran historis yang mereka warisi dari para pendahulu mereka dengan wahyu. Mereka menganut pemikiran yang agak romantis dan statis tentang perkembangan akidah dan praktik Islam. Sikap ini dapat dipahami, disebabkan oleh persepsi dan pengalaman mereka tentang modernitas sebagai ancaman politik Barat dan dominasi serta asimilasi kulturalnya (Esposito, 2004:192).
Kehadiran gerakan-gerakan Islam yang beraneka-ragam tersebut tentu tidak lepas dari dan melekat dengan karakter Islam sebagai agama atau ajaran yang multiaspek, serta mewujud dalam bermacam-macam ekspresi dalam aktualisasinya di tangan umat pemeluknya. Bahwa fenomena gerakan-gerakan kebangkitan Islam dalam berbagai corak dan karakteristiknya dapat ditelaah baik dalam ciri-ciri Islam yang bersifat spesifik yang melekat dalam kaitan Islam sebagai ajaran maupun dalam dinamika sosial, ekonomi, dan politik yang menjadi ruang sosiologis yang bersifat kontekstual dalam kehidupan umat Islam (Hunter, 2001: xxii). Gerakan-gerakan Islam tersebut lahir dalam pergumulan paham teologis dan historis-sosiologis, sehingga sepenuhnya tidak bersifat qath'iy atau identik dengan Islam itu sendiri. Islam yang ideal terdapat dalam ajaran, tetapi Islam yang real atau nyata memang teraktualisasi dalam kehidupan pemeluknya yang pusparagam.
Adapun gerakan modernisme atau reformisme Islam di Indonesia merupakan fenomena pembaruan Islam yang muncul pada awal abad ke-20, di antara yang paling menonjol ialah Muhammadiyah. Gerakan Muhammadiyah saat itu menurut Wertheim menunjukkan sifat liberal, yang melakukan penafsiran atas Kitab Suci dalam menghadapi perkembangan zaman (Wertheim, 1964:63). Islam liberal dalam makna ini, menurut Kurzman, ialah Islam yang "menghadirkan kembali Islam masa lalu itu untuk kepentingan modernitas", yang berbeda dari Islam "revivalis" yang sekadar kembali pada Islam masa lalu (Kurzman, 2003: xvii). Dalam corak Islam yang demikian menurut Kurzman, di wilayah-wilayah Muslim yang terjajah waktu itu, Muhammadiyahdi Indonesia sebagaimana organisasi-organisasi Islam seperti Ittifaq al-Muslimin (Rusia) dan Aligahr (India) termasuk gerakan pembaruan Islam yang liberal, yang memiliki pengaruh yang signifikan (Kurzman, 2003:xxv). Namun, secara umum, Muhammadiyah lebih banyak dikategorisasikan ke dalam gerakan reformisme atau modernisme Islam, yang tampak lebih moderat.
Gerakan modernisme Islam yang diperankan Muhammadiyah dapat dibaca dalam konteks kehidupan umat Islam Indonesia yang saat itu baik dalam pemahaman dan praktik keagamaan maupun kehidupan duniawi memang berada dalam tradisionalitas, kemiskinan, kebodohan, dan tertinggal dalam banyak aspek kehidupan. Dalam kondisi umat Islam yang demikian itulah Muhammadiyah lahir sebagai gerakan pembaruan untuk menyebarluaskan dan memajukan hal ihwal ajaran Islam serta kehidupan sepanjang kemauan ajaran Islam, yang di belakang hari diwujudkan dalam cita-cita "masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Bahwa Muhammadiyah lahir untuk membebaskan umat Islam dan masyarakat Indonesia dari keterbelakangan menuju kehidupan yang berkemajuan di segala bidang kehidupan.
Sumber : Kuliah Kemuhammadiyahan, jilid 1, penerbit suara Muhammadiyah
┈┈┈◎❅❀❦🌹❦❀❅◎┈┈┈
Jika dirasa bermanfaat, jangan lupa dibagikan kepada yang lainnya.
Nashrun Minallahi Wa fathun Qarieb
إرسال تعليق