-

FIQO

Mengenang Abah H Djainuri. Teladan dalam Jihad dan Pengorbanan

Oleh: Ustadz Abu Nasir, M.Ag.

Hari ini, rabu 06 januari 2021 M. bertepatan tanggal 22 jumadilawwal 1442 H. langit duka kembali menghias  muhammadiyah kota Pasuruan. Salah satu tokoh dan wakil ketua PDM, H. Djainuri pergi  untuk selama lamanya menghadap Rabb al 'izzati. Sosok wibawa yang lahir pada tanggal 14 januari 1945 ini meninggalkan seorang istri, Siti fatimah dan empat orang putra :  Nur Laely, Anni Dahlia, Imron Muttaqin dan Nur Nadzifah. 


Kepergiannya meninggalkan duka mendalam tidak saja  bagi keluarga tapi juga pimpinan dan seluruh warga muhammadiyah kususnya di kota - kabupaten Pasuruan.


Semenjak kabar duka ini merebak, rumah almarhum di jalan Patimura no 56 Bugul Kidul Sudah ramai didatangi pelayat. Mereka menyampaikan belasungkawa dan doa untuk almarhum yang sering dipanggil Abah ini.

PDM tentu merasa sangat kehilangan atas dipanggilnya beliau oleh Allah swt. karena pengabdian dan perjuangannya di muhammadiyah selama ini semenjak kedatangan almarhum dari kota Malang ke Pasuruan tahun 1976. 


Terlebih dalam tiga tahun terakhir sejak saya ditunjuk menjadi ketua PDM menggantikan ketua PDM periode 2015-2020 ( alm) M.Kholil Asy'ary meninggal karena kecelakaan, berturut turut  pimpinan dan sesepuh muhammadiyah wafat mendahului H Jainuri, antara lain sekretaris PDM, H. Anshori, ketua dan mantan ketua majelis dikdasmen H Imam Hidayat, Fauzan, Moh. Thohir, H Puji Slamet, H. Sadeli, H. Imam Ghozali, H.Ruslan Suharto dan H.Masykoer telah lebih dulu menghadap Allah swt.


H.Djainuri sendiri sampai saat ini masih aktif menjabat sebagai wakil ketua PDM yang membidangi divisi pembangunan, sosial dan  LaZismu. Keterlibatannya di persyarikatan terakhir kali adalah dalam raker bersama lazismu di penginapan perkampungan Bromo tanggal 28 november 2020. Saat itu menjelang magrib almarhum mengeluh perutnya sakit dan terlihat badan menggigil. Tanpa pikir panjang saya langsung mengajaknya pulang dan sejak itu, tidak pernah bisa hadir dalam setiap rapat PDM kecuali keluar sekali untuk mengisi kuliah ba'da magrib di masjid Baitul Huda. Selebihnya, hanya berbaring dan mengikuti perkembangan muhammadiyah melalui wag di sela sela perjuangan melawan sakit radang liver yang kemudian merenggut nyawanya.


Bagi saya dan teman - teman PDM H Djainuri adalah sosok panutan. Kita hampir bisa menemukan kesempurnaan pada kesungguhan perjuangan dan pengabdiannya di persyarikatan melaui pola pikir, tutur kata dan laku sehari harinya. Jejak perjuangannya untuk islam melalui persyarikatan terasa sulit dan berat diikuti dan ditiru. 


Pernah dalam suatu kesempatan saya menyampaikan agar beliau beristirahat dan tidak selalu mengikuti aktivitas muhammadiyah karena saking padatnya kegiatan kita, mengingat usianya yang sudah mencapai 75 tahun lebih. Namun semangat dan kegigihanya mengalahkan usia rentanya. Waktu itu beliau malah menjawab : " Mengurusi muhammadiyah adalah jihad dan kegembiraan saya. Kalau saya tinggal diam di rumah, saya akan merugi, tidak mendapatkan pahala jihad dan kegembiraan hati". Saya tercekat dan sejak itu tidak berani lagi minta beliau istirahat (hatta) waktu raker di Bromo sebulan yang lalu.


Sebenarnya saya sangat tahu kondisi Abah Djainuri sejak beberapa tahun paska lulus S2. Cancer hati yang menderanya memaksanya sempat kemo 3x dan diberikan kekuatan dan kesembuhan sampai tahun 2019 kembali mengeluh sakit dan dokter menyarankan kemo lagi. Namun H Djainuri memilih mengkonsumsi beberapa herbal dari Thibbun Nabawi dan bisa kembali aktif tanpa ada keluhan hingga kembali merasa sakit tanggal 28 november itu.


Kini tokoh yang aktif  dan selalu bersama serta mendampingi kita  di setiap periode kepemimpinan PDM sehingga selalu hadir dalam setiap kegiatan persyarikatan itu telah tiada. Kepergiannya memburaikan air mata. Sepanjang saya tahu semenjak di SMP Muhammadiyah, kehadirannya selalu bermakna. 


Kalimat dan perkatannya menguatkan, nasehat-nasehatnya meneguhkan, kesungguhan perjuangannya menggerakkan dan spiritnya menginspirasikan. Begitu banyak orang telah dididik dan diberikan nasehat sarat makna. Beberapa kader telah dilahirkannya, termasuk saya adalah kader lulusan pusdiklat yang kuliah di fakultas tarbiyah Unmuh Surabaya yang diutus PDM kota Pasuruan tahun 1985-1989 dimasa kepemimpinan beliau. 


Sampai saat sebelum ajal menjemput yang ada di pikiran dan hatinya adalah Muhammadiyah. Ketika kita menjenguknya dengan suara lirih dikuat kuatkan beliau berpesan agar semua pekerjaan pembangunan PDM dituntaskan, dan minta selalu diberi kabar. Kepada istri dan putra putrinya beliau menyatakan sudah siap berangkat dipanggil Allah swt. seraya berpesan banyak hal sepeninggalnya dan titip keluarga semuanya.


Selamat jalan Abah Jainuri. Semoga engkau memperoleh GhafarahNya. Semoga perjuanganmu dicatat sebagai jariyah terbaik disisi Allah swt dan memperoleh ganjaran terbaik pula dariNya.


Insya Allah semua pengabdian dan perjuanganmu menginspirasi kami semua. Aamiin

Tulis Saran & Komentar dengan Bijak

Lebih baru Lebih lama
FIQO