Salah satu kebijakan pemerintah tentang pendidikan menengah adalah peningkatan
jumlah dan kualitas Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Secara umum kegiatan belajar- mengajar di SMK meliputi teori dan praktik.
Kegiatan belajar teori pada prinsipnya sama dengan sekolah umum. Sedangkan
kegiatan belajar praktik merupakan kegiatan belajar yang seharusnya lebih
banyak dibanding dengan kegiatan teori. Oleh karena itu sebenarnya untuk SMK
ruang teori bukan merupakan hal sangat penting, karena siswa seharusnya lebih
banyak di ruang praktik. Untuk menunjang kegiatan belajar praktik di SMK,
diperlukan sarana dan
prasarana yang memadai seperti bengkel dan laboratorium.
Tanpa tersedianya sarana dan prasarana tersebut, maka SMK akan menjadi SMK teori atau dikenal juga istilah SMK sastra.
Alat dan bahan yang dibutuhkan kegiatan praktik siswa rata-rata harganya
relatif mahal, sehingga untuk kelancaran praktik tersebut diperlukan biaya yang
besar. Disamping
itu, untuk mencapai sasaran yang diharapkan diperlukan tenaga pengajar/guru
yang mempunyai kompetensi di bidangnya. Untuk mendapatkan guru yang
seperti ini tidak mudah. Apalagi teknologi terus berkembang sesuai dengan
perkembangan ilmu dan teknologi. Seharusnya guru selalu mengikuti perkembangan
teknologi agar tidak ketinggalan teknologi. Diharapkan mereka mengajarkan
teknologi yang terkini. Hal ini pun masih terdapat kendala, karena pendidikan
memerlukan waktu yang cukup lama, sehingga yang diajarkan sekarang mungkin pada
saat siswa tamat, teknologi tersebut sudah ketinggalan.
Salah satu hal yang perlu
dipersiapkan untuk menunjang keberhasilan pelaksanaan pembelajaran di lingkungan SMK adalah keberadaan perpustakaan sekolah yang berfungsi secara baik. Dalam
penerapan pembelajaran
banyak ditemui berbagai permasalahan lapangan salah satunya adalah
ketersediaan bahan pelajaran untuk menunjang proses pembelajaran masih harus
perlu dispersiapkan dengan baik. Banyak sekolah di lingkungan SMK yang belum siap
dengan penyediaan bahan pelajaran melalui perpustakaan sekolah. Ketidaksiapan
tersebut bukan semata-mata disebabkan kurangnya bahan pelajaran (baca buku dan
sumber informasi ilmiah lainnya), akan tetapi juga disebabkan oleh pengelolaan
perpustakaan yang kurang baik dan terstandar, sehingga koleksi yang sudah
dimiliki kurang dapat didayagunakan untuk menunjang pelaksanaan kurikulum
secara maksimal.
Berdasarkan beberapa pengamatan dan survei secara umum
masih banyak sekolah belum memiliki perpustakaan yang dikelola dengan baik yang
mampu menunjang proses pembelajaran secara memadai sesuai dengan tuntutan KBK,
apalagi untuk perpustakaan di lingkungan sekolah d SMK. Berdasarkan pengamatan
awal bahwa keberadaan perpustakaan di lingkungan sekolah di SMK belum dikelola
secara memadai, hal ini lebih banyak disebabkan karena tenaga pengelola yang
belum memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam mengelola perpustakaan.
Hal ini sejalan dengan pernyataan Kepala Perpustakaan
Nasional RI bahwa hanya 5% (lima persen) dari seluruh
sekolah pada tingkat pendidikan dasar (SD dan SMP) di Indonesia yang jumlahnya
mencapai lebih dari 260.000 unit yang sudah memiliki perpustakaan, selebihnya
sebanyak 95% (sembilan puluh lima persen) tidak dan belum memiliki perpustakaan
sekolah. Padahal, keberadaan perpustakaan sangat penting dalam menunjang proses
belajar-mengajar, sekaligus sarana menanamkan budaya baca kepada siswa sejak
dini (KOMPAS, Kamis 3 Juli 2003). Berbagai faktor yang menyebabkan kondisi ini
mulai dari tidak adanya ruangan walaupun buku-buku sudah tersedia, tiadanya petugas
perpustakaan, dan kendala lain adalah faktor kepedulian dari sekolah yang
relatif masih kurang perhatiannya terhadap perpustakaan sekolah.
Sementara itu, Gerakan
Pemasyarakatan Gemar Membaca (GPGM) sebuah LSM yang kegiatannya terfokus pada
peningkatan minat baca masyarakat, memprediksi bahkan hanya sekitar satu persen
pendidikan dasar (SD dan SMP) negeri di Indonesia yang jumlahnya sekitar
260.000 buah lebih yang telah memiliki perpustakaan sekolah. Kondisi
perpustakaannya pun tak tertata secara baik dan sebagian besar isinya adalah
buku pelajaran pokok yang diberikan pemerintah kepada sekolah-sekolah (KOMPAS,
Kamis 25 Juli 2003).
Demikian pula tentang jejak
pendapat KOMPAS (Sabtu, 19 Maret 2005) menyatakan bahwa harapan dari keberadaan
perpustakaan baik itu perpustakaan umum, perpustakaan sekolah maupun
perpustakaan daerah paling tidak adalah untuk membangkitkan apresiasi terhadap
buku sehingga dapat membangkitkan tumbuhnya minat baca. Akan tetapi dari hasil
jejak pendapat tersebut menyebutkan bahwa 51,1% paling tidak seminggu sekali
berkunjung ke perpustakaan, sementara sebesar 26,7% menyatakan sebulan antara 1
sampai 3 kali, dan sebanyak 22,2% menyatakan kurang dari satu kali sebulan atau
tidak pernah. Jejak pendapat KOMPAS tersebut menunjukkan bahwa apresiasi
terhadap perpustakaan, dalam hal ini termasuk siswa sangat rendah. Hal ini
disebabkan perpustakaan kurang dapat berperan secara aktif untuk merangsang
siswa agar mau datang ke perpustakaan sekolah.
Secara umum kurang berfungsinya
perpustakaan sekolah disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut:
Pertama, terbatasnya ruang
perpustakaan disamping letaknya yang kurang strategis. Banyak perpustakaan yang
hanya menempati ruang sempit, tanpa memperhatikan kesehatan dan kenyamanan.
Kesadaran dari pihak sekolah sebagai penyelenggara sangatlah kurang.
Perpustakaan hanyalah untuk menyimpan koleksi bahan pustaka saja. Pengunjung
tidak merasa nyaman membaca buku di perpustakaan, sehingga perpustakaan
dipandang sebagai tempat yang kurang bermanfaat. Dengan melihat keadaan di atas
sepertinya pihak sekolah kurang menyadari tentang pentingnya perpustakaan.
Kedua, keterbatasan bahan
pustaka, baik dalam hal jumlah, variasi maupun kualitasnya. Keberadaan
bahan-bahan pustaka yang bermutu dan bervariasi sangatlah penting. Dengan
banyaknya variasi bahan pustaka, anak akan semakin senang berada di
perpustakaan, kegemaran membaca dapat tumbuh dengan subur sehingga kemampuan
bahasa siswa dapat berkembang dengan baik dan dapat membantu anak dalam
memahami mata pelajaran lainnya. Kemampuan bahasa merupakan kemampuan dasar
yang sangat berpengaruh dalam belajar. Begitu juga jika bahan pustakanya
bermutu, maka anak akan banyak memperoleh pengetahuan yang berguna dalam
hidupnya. Namun, untuk mengadakan bahan pustaka yang banyak dan bervariasi
dibutuhkan dana yang besar, mengingat harga bahan pustaka biasanya mahal,
lebih-lebih jika bahan pustaka tersebut bermutu. Namun, dari pihak sekolah
sendiri sering kurang berusaha untuk menambah koleksi bahan pustaka, dengan
alasan utama adalah mahalnya harga bahan pustaka. Padahal, anggaran untuk
belanja bahan pustaka setiap tahunnya selalu ada, namun jumlah bahan pustaka
hampir tidak pernah bertambah.
Ketiga, terbatasnya jumlah
petugas perpustakaan. Banyak perpustakaan sekolah yang tidak ada petugasnya,
atau hanya tugas sambilan. Maksudnya, mereka bukan petugas yang hanya mengurus
perpustakaan saja, sehingga sering tugas di perpustakaan jadi dikesampingkan
dan perpustakaan dianggap kurang bermanfaat. Lebih-lebih bertugas di
perpustakaan adalah pekerjaan yang sangat menjenuhkan, baik dalam hal pelayanan
pengunjung maupun perawatan bahan pustaka yang ada, sehingga dibutuhkan suatu
kesabaran yang tinggi.
Keempat, kurangnya promosi
penggunaan perpustakaan menyebabkan tidak banyak siswa yang mau memanfaatkan
jasa layanan perpustakaan. Pada umumnya kurang tahu tentang kegunaan
perpustakaan, begitu juga dengan bahan pustakanya. Siswa membutuhkan dorongan
dan ajakan untuk berkunjung ke perpustakaan. Kurangnya ajakan untuk mengunjungi
perpustakaan menjadikan siswa asing terhadap perpustakaan. Untuk tahap-tahap
awal, siswa perlu dipaksa masuk perpustakaan, yaitu dengan jalan memberi tugas
membaca buku dan kemudian menceritakan atau membuat laporan. Jika dilakukan
secara rutin hal ini menjadi kebiasaan yang positif dan mereka akan merasa
membutuhkan perpustakaan.
Untuk meningkatkan keberadaan perpustakaan sekolah
di lingkungan SMK agar dapat berfungsi dengan baik dalam menunjang proses pembelajaran di
sekolah, solusi yang perlu ditempuh adalah adanya upaya untuk menyiapkan sumber
daya manusia yang menguasai dan peduli terhadap pengembangan perpustakaan
sekolah. Untuk itu dipandang strategis bahwa guru atau staf yang akan diberi
tugas mengelola perpustakaan sekolah perlu memiliki kualifikasi dan kompetensi yang memadai
sebagai tenaga perpustakaan sekolah. Standar untuk tenaga perpustakaan sekolah
sudah diterbitkan yaitu peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik
Indonesia No. 25 Tahun 2008 tentang Standar Tenaga Perpustakaan
Selolah/Madrasah. Standar ini seharusnya sudah diimplementasikan di
sekolah-sekolah di Indonesia termasuk di lingkungan SMK.
إرسال تعليق